#1 - Menuju 19 Tahun

 Banyak yang ingin kuceritakan menuju 19 tahunku di 19 Januari tahun depan. Jadi, mari kita ulas satu - persatu. 

-

-

-

 

Malam Berbintang di atas Rhone -Van Gogh, 1888

"Nanti dateng ya ke wisuda, nantikan aku pidato kelulusan tu" -28

Secara eksplisit, kalimat di atas isinya kurang lebih janji untuk tetap sama - sama sampai 4 tahun ke depan. Tapi, kalo kita telusuri jauh lebih dalam, Allah buat dia bicara seperti ini karena Allah ingin aku tawakal. Tawakal yang utuh, bukan separuh.

Siang tadi, aku baru saja mendengarkan podcast Rintik Sedu dengan judul khasnya "Takut" Dilanjutkan  pergi ke rumah budhe untuk meneliti bahan essai study abroadku. Sembari bercakap ria hingga pentang menyapa. Dari semuanya, podcast dan percakapan, aku kembali berpikir tentang satu hal. Karena masih takut nerima resiko ditinggalkan, kayaknya lebih baik sendirian.

Sebagai sosok yang kurang figur ayah atau bisa dibilang fatherless lah yah, aku punya trauma yang sering buat aku overthinking sendiri, buat aku ragu sama rasa sayang yang tulus dari mereka yang peduli. Aku tau traumaku bukan tanggungjawab mereka dan aku sejujurnya udah tau cara menanganinya, tapi ga bisa dipungkiri kalau kadang - kadang pikiran itu kembali muncul di permukaan. Seisi kepala berantakan.

Aku bener - bener ga ngerti dalam konteks kayak gini, ucapan laki - laki mana yang bisa aku percaya dan mana yang ngga. 

"El tu emang kayak gitu Ra. Dia sekalinya suka sama orang, yaa maunya itu aja"

"El kayak aku, makannya kenapa, aku ga bakal suka sama orang sampe bener - bener ngerasa klik. Kesannya susah si, tapi kalo udah suka yaa pengennya dia aja, sampai nanti - nanti"

Jadi, sampai sini paham kan?

Traumaku buatku anggap cinta berwarna keruh, sama seperti lirik lagu taruh. Bedanya, walaupun keruh, aku ga pernah anggep cinta main - main. Justru malah karena aku pengennya satu sampai nanti - nanti, aku fleksibel sama siapapun yang datang ketemu ayah dan bunda lebih dulu. 

Though, untuk sekarang ini -dari dulu sebenarnya- aku sedang jatuh hati sama manusia es yang super duper menyebalkan, tapi kan aku ga akan pernah tau ke depannya akan seperti apa. Allah Maha Membolak - balikkan hati kan?

Kadang aku takut, aku dekat dengan ibunnya lebih dulu sebelum aku dekat dengan Si, ehm sebut saja Si Mas Menyebalkan. Eh, tapi kita juga ga sedekat itu. Ralat - ralat, jadi separuh dekat. Aku senang, ibu bener - bener se-humble itu, ibu baikkkk bangeeet sama aku. Sejak dari aku suka Si Mas Menyebalkan, aku mulai anggep ibu salah satu motivasiku juga. Sampai, ketika sekitar seminggu yang lalu aku vc  sama ibu, ketakutanku muncul. Pertanyaan - pertanyaan di kepala yang kubuat sendiri mulai bising. 

"Aku bisa ga ya menuhin ekspektasi baikku buat ibu? Supaya ibu ikut bangga"

Haha, selalu gitu kan? Kita melihat sekitar sebagai lawan, tapi sebenarnya isi kepala sendiri yang jadi tandingan. Aku putuskan untuk, yaa bertawakal sepenuhnya.

Kamu ga akan pernah jadi milikku, karena emang gaada yang pernah jadi milik kita sesungguhnya. Semua sementara, harta, waktu, benci, cinta, keluarga, ketakutan, dan apapun itu yang semesta titipkan. 

Pun, sama halnya ketika aku dan Si Mas Menyebalkan bertemu tepat dihari keempat Bulan Desember. Sebelum bertemu, aku terus merapal doa bahwa apapun yang terjadi saat kami bertemu, keputusannya akan jalan sendiri - sendiri atau ngga, itu maunya Allah. Aku ga mau lagi berdoa dengan memaksa.

Sebenanrnya hari ini aku hanya ingin mencurahkan sedikit ketakutanku aja si, cuman sekalian aja deh aku mau bilang sesuatu,

"Walaupun belum tau caranya, cerita yah. Ga perlu sering - sering kok, karena aku tetep mau jadi orang pertama yang apresiasi setiap usahamu dan itu ga akan bisa kalo kamu ga cerita. Semoga harimu yang sibuk tetap berjalan baik - baik saja"

 

 

 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Sang Pemimpi dan JNE Si Teman Perjalananku

Selamat Mencoba!

Kakimu Sendiri